Ketika
Allah turunkan sebuah nikmat perasaan, ketika Allah tanam itu semua. Aku tidak paham bagaimana awalnya Adam dan
Hawa mampu memiliki rasa. Aku tidak tahu bagaimana ia mampu mengerti rasa itu.
Apakah semuanya begitu bahagia.
Ketika
yang diharapkan bukan menjadi subjek yang didapatkan. Apakah yang dirasakan
orang itu, dipikirkannya. Menjadi sebuah sketsa yang begitu sulit aku goreskan.
Bagaikan bayangan semu didalam bayangan semu.
Orang
yang aku genggam sangat erat dan orang itu selalu berusaha untuk melepaskannya,
Perlahan aku renggangkan genggaman dan melepaskan jari jarinya. Sosok
Inspirasi, membuat sebuah pesan “Ibadah, adalah sebuah komunikasi umat kepada
Tuhannya nikmatilah kegiatan itu”
Bukan karena seseorang, namun ini
memang seharusnya, semua dikarenakan waktu. Bukan karena sudah enggan namun ini
memang seharusnya melepaskan. Memang seharusnya. Mengapa? Sama saja
mempertanyakan, Mengapa manusia harus meninggal?
Semuanya, karena waktu. Tanpa harus menyalahkan waktu
seutuhnya. Saya tidak berharap tidak meninggalkan lebam karena genggamanku. Tak
ada yang indah! Yang selalu adik saya tanamkan, yang sekaligus partner hebat
saya di 18 tahun ini, “Ikan itu banyak di lautan”.
Saya
perempuan yang tidak sempurna, namun saya usahakan kebahagian yang nyaris
sempurna untuk hidup saya. Karena saya merasakan kebahagian yang selalu nyaris
sempurna yang Allah berikan. Begitu juga kemarin, sekarang dan akan datang.
Saya
akan selalu yakin, Allah itu ada rahasia besar dibalik nikmat yang diberikan
dan memang seharunya di syukuri. Namun, yang selalu aku herankan, mengapa sosok
yang saya anggap hampir sempurna. Malah tidak sempurna ketika mengenalnya lebih
jauh. Karena semakin mengenal seseorang semakin tau plus minusnya?
Karena
itu, ustad itu termasuk salah satu “sketsa dengan garis yang sulit
digoreskan” dan “bayangan semu di dalam
bayangan semu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar